
Keterangan Gambar : Sepanjang semester I-2025, realisasi investasi mencapai Rp 942,9 triliun atau mencapai 49,5 persen dari target. Secara tahunan (Year-on-Year/YoY) perolehan tersebut naik 13,6 persen. ANTARA FOTO
Kredit Rating dan Pengadaan Bersih: Kunci Jaring Investasi
Secara umum, negara dengan kredit rating tinggi dipersepsikan lebih aman dan stabil secara ekonomi, sehingga mampu menarik lebih banyak investasi, mendapatkan biaya pinjaman lebih murah, dan memiliki akses pasar yang lebih luas.
indonesiapersada.id, Jakarta - Kredit rating atau peringkat utang negara menjadi salah satu indikator penting yang kerap menjadi perhatian utama investor internasional. Bagi Indonesia, menjaga dan meningkatkan kualitas kredit rating bukan sekadar pencapaian simbolik, melainkan strategi konkret dalam memperkuat daya saing, menjaring investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Kredit rating adalah penilaian terhadap kemampuan suatu negara atau entitas untuk membayar utang secara tepat waktu. Penilaian ini dilakukan oleh lembaga pemeringkat global seperti Standard & Poor’s (S&P), Moody’s Investors Service, dan Fitch Ratings. Hasil rating mereka menjadi referensi utama bagi investor, lembaga keuangan, dan pelaku pasar dalam menentukan risiko investasi pada suatu negara.
Secara umum, negara dengan kredit rating tinggi dipersepsikan lebih aman dan stabil secara ekonomi, sehingga mampu menarik lebih banyak investasi, mendapatkan biaya pinjaman lebih murah, dan memiliki akses pasar yang lebih luas.
Hingga pertengahan 2025, Indonesia mempertahankan peringkat investment grade dari sejumlah lembaga pemeringkat utama dunia yakni, Fitch Ratings: BBB (Outlook Stabil) dan Moody’s: Baa2 (Outlook Stabil)
Peringkat investment grade berarti Indonesia dianggap mampuan memenuhi kewajiban finansialnya secara berkelanjutan, meskipun terdapat tekanan global.
Terbaru, lembaga pemeringkat Standard & Poor's Global Ratings (S&P) dalam pengumuman yang diterima Rabu (30/7/2025), kembali mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada 'BBB' dengan outlook stabil.
S&P menilai rating tersebut mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid, kebijakan ekonomi yang cermat dan kemampuan untuk mengelola beban utang publik secara prudent.
Outlook stabil juga menggambarkan keyakinan S&P akan keberlanjutan disiplin fiskal. S&P memproyeksi defisit fiskal Indonesia akan tetap berada di bawah 3 persen dari PDB selama tiga tahun ke depan. Meskipun terdapat tantangan global yang belum mereda, kebijakan fiskal Indonesia dinilai tetap terukur dan konsisten.
Lebih lanjut S&P memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia akan tetap tinggi, sekitar 5 persen per tahun dalam beberapa tahun ke depan. Permintaan domestik diyakini akan terus menjadi pendorong utama momentum pertumbuhan.
Seiring dengan itu, pendapatan per kapita Indonesia juga diperkirakan meningkat, mencapai USD 5.000 pada tahun ini. Inovasi pembiayaan pembangunan seperti pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) Danantara, yang juga dicatat oleh S&P, diharapkan dapat mengakselerasi pembiayaan proyek strategis nasional sehingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, program pemerintah seperti penyediaan makan bergizi gratis dan pembangunan tiga juta rumah diyakini akan memperkuat daya beli masyarakat, meningkatkan kualitas hidup, dan menjaga momentum pertumbuhan domestik.
Stabilitasi atas faktor - faktor eksternal yang mempengaruhi PDB Indonesia juga dinilai akan tetap terjaga, didukung oleh kebijakan hilirisasi industri berbasis komoditas yang secara konsisten didorong oleh Pemerintah.
Investasi pada sektor hilir, seperti pembangunan smelter nikel baru dan pabrik baterai kendaraan listrik yang akan segera beroperasi, diyakini akan mendukung kinerja eksternal di tengah ketidakpastian global yang meningkat.
S&P mencatat adanya potensi peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa mendatang apabila Pemerintah melakukan upaya penguatan stabilitas faktor eksternal tersebut.
Target Invstasi
Sepanjang semester I-2025, realisasi investasi mencapai Rp 942,9 triliun atau mencapai 49,5 persen dari target. Secara tahunan (Year-on-Year/YoY) perolehan tersebut naik 13,6 persen.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani optimistis investasi 2025 mencapai target Rp 1.905,6 triliun. Diproyeksikan trennya akan lebih positif dibandingkan dengan capaian 6 bulan pertama 2025.
Keyakinannya itu diperkuat adanya arus investasi di Indonesia cenderung meningkat. Kondisi ini terlihat dari peningkatan aliran barang modal yang masuk rentang Juni-Juli 2025.
Dengan tercapainya realisasi investasi RI di semester I tahun 2025 tersebut di atas, maka masih ada sisa target 50,5 persen lagi yang harus dipenuhi.
Sejauh ini, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) kuartal II 2025 mencapai Rp 202,2 triliun atau berkontribusi 42,3 persen pada realisasi investasi keseluruhan. Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp275,5 triliun atau berkontribusi sebesar 57,7 persen pada realisasi investasi keseluruhan.
"Ke depan, Pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus waspada terhadap dinamika dan risiko eksternal, seperti yang telah berhasil dilalui pada tahun-tahun sebelumnya. Prioritas akan tetap difokuskan pada pengendalian inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta mempertahankan momentum pemulihan ekonomi nasional yang solid," kata Menteri Keuangan Sri mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Pengadaan Bersih Dorong Investasi
Transparansi dan integritas dalam sistem pengadaan barang dan jasa (PBJ) bukan sekadar isu tata kelola, melainkan pilar penting untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan menarik bagi investor. Di tengah upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan menjaring investasi, reformasi di sektor pengadaan menjadi langkah strategis dalam membangun kepercayaan pasar.
Pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah menggerakkan lebih dari 33 persen APBN dan APBD, menyangkut anggaran triliunan rupiah tiap tahun.
Dalam skala ini, PBJ tidak hanya menjadi sarana belanja negara, tetapi juga menjadi sebuah instrumen pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. PBJ juga menggerakkan ekonomi daerah dan nasional serta menjadi pintu masuk bagi pelaku usaha, termasuk UMKM dan investor swasta
Namun, jika sistem pengadaan tidak transparan, rawan korupsi, atau penuh praktik rente, maka investor enggan berpartisipasi, karena proses tidak fair dan biaya ekonomi tinggi. Ditambah lagi adanya biaya proyek yang membengkak, hasil tidak optimal sehingga mengakibatkan kepercayaan publik dan dunia usaha menurun
Sebaliknya, pengadaan yang bersih dan efisien akan menciptakan ekosistem investasi yang sehat, memacu pertumbuhan ekonomi, dan menumbuhkan reputasi positif di mata global.
Sejak 2010-an, Indonesia telah menjalankan reformasi pengadaan secara sistematis. Transformasi ini salah satunya mencakup digitalisasi Lewat e-Procurement.
Layanan pengadaan secara elektronik melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) dan SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) memungkinkan proses lelang yang lebih transparan, efisien, dan akuntabel. Investor dapat mengakses informasi tender, jadwal, hingga pemenang secara terbuka.
Reformasi pengadaan barang dan jasa di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran berbagai lembaga dan kerangka regulasi yang saling bersinergi.
Beberapa institusi kunci antara lain Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini sebagai motor utama reformasi pengadaan, LKPP telah mengembangkan platform digital seperti e-katalog, SPSE, dan SIRUP, serta menyediakan pelatihan, sertifikasi, dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan PBJ di seluruh instansi.
Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berperan dalam penguatan integritas dan pencegahan korupsi di sektor pengadaan melalui sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) dan koordinasi supervisi di tingkat daerah.
BPKP dan APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) menjadi lembaga yang menjalankan audit kinerja dan pemantauan atas efektivitas pelaksanaan pengadaan di kementerian, lembaga, dan pemda.
Ada juga Kementerian Keuangan, berperan dalam penganggaran dan penyaluran anggaran belanja barang dan jasa agar tepat waktu dan sesuai kebutuhan prioritas nasional.
Harmonisasi peran antarlembaga inilah yang menjadi jaminan sistemik bagi para investor bahwa ekosistem pengadaan nasional dikelola secara akuntabel.
Di era digital saat ini, akses terhadap informasi merupakan kunci. Pemerintah melalui LKPP dan Kementerian PANRB terus mendorong integrasi data dan keterbukaan informasi publik, antara lain dengan: Publikasi data real-time melalui Dashboard Pengadaan Nasional; Interkoneksi antara sistem pengadaan, sistem perencanaan (e-Monev), dan sistem keuangan (Sakti); Publikasi blacklist penyedia nakal untuk mencegah kerugian negara berulang; Penilaian kinerja penyedia berbasis rekam jejak dan data objektif.
Langkah-langkah ini membuat proses pengadaan lebih dapat diaudit publik dan dunia usaha, serta menurunkan praktik mark-up, konflik kepentingan, dan kongkalikong.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa pemerintah (LKPP) telah menerbitkan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 9 Tahun 2024 yang mewajibkan seluruh proses pengadaan barang/jasa pemerintah menggunakan Katalog Elektronik Versi 6 (V6) mulai 1 Januari 2025.
Sistem katalog terbaru ini telah terintegrasi penuh dengan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) milik Kementerian Keuangan dan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD RI) milik Kementerian Dalam Negeri. Integrasi ini ditujukan untuk mempercepat proses pengadaan yang terhubung, transparan, akuntabel, serta memperluas partisipasi UMKM.
Penerapan sistem ini membuka peluang besar dalam mendorong efisiensi belanja negara dan transparansi proses pengadaan. Namun demikian, sejumlah tantangan masih dihadapi, seperti kesiapan penyedia untuk memigrasikan produk ke sistem baru, peningkatan literasi digital pelaku usaha di daerah, serta harmonisasi dengan sistem keuangan pusat dan daerah.
Belanja pemerintah melalui sistem e-Katalog LKPP terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun. Nilai transaksi e-Katalog meningkat dari Rp83,6 triliun pada 2022, melonjak menjadi Rp196,7 triliun pada 2023, dan terus menanjak hingga Rp223,81 triliun pada kuartal ketiga 2024.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga mencatat pencapaian penting dalam implementasi Katalog Elektronik Versi 6 (V6), yang kini memuat lebih dari 3,5 juta produk—terdiri atas 2,9 juta produk termigrasi dan 615 ribu produk hasil kurasi hingga akhir 2024.
Dengan sistem pengadaan yang bersih, pemerintah memberikan kepastian hukum atas proyek-proyek strategis, keadilan dalam kompetisi tender tanpa diskriminasi.
Pengadaan yang bersih juga memberikan jaminan bahwa keputusan bersifat profesional, bukan politis serta meminimkan risiko reputasi, karena pelanggaran PBJ berdampak pada reputasi global perusahaan.
Investasi yang masuk ke sektor-sektor seperti infrastruktur, energi, layanan publik, dan pengadaan barang strategis sangat dipengaruhi oleh kualitas PBJ.
Semakin bersih dan kredibel sistem PBJ, semakin mudah Indonesia menarik masuk dana investasi, terutama dari mitra multinasional yang tunduk pada prinsip-prinsip anti-korupsi internasional seperti FCPA (AS) atau UK Bribery Act.
Pengadaan barang dan jasa yang bersih adalah wajah dari tata kelola pemerintahan yang modern dan terbuka. Lebih dari sekadar alat belanja negara, sistem PBJ adalah fondasi dari kepercayaan investor terhadap kualitas birokrasi dan iklim usaha Indonesia.
Dengan memperkuat reformasi pengadaan, meminimalkan celah korupsi, dan mendukung partisipasi luas pelaku usaha, Indonesia tidak hanya hemat anggaran, tetapi juga menyusun panggung yang kredibel bagi investasi jangka panjang.
Facebook Comments