
Keterangan Gambar : Pertemuan Kepala PPATK Dian Ediana Rae dengan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
PERTEMUAN KEPALA PPATK DENGAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
indonesiapersada.id I JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana
Rae melakukan pertemuan dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang didampingi oleh Kepala Divisi Profesi
dan Pengamanan, Irjen. Pol. Ferdy Sambo, Kepala Divisi Humas, Irjen Pol. Raden
Prabowo Argo Yuwono, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri,
Brigjen Pol. Helmy Santika, dan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri,
Brigjen Pol. Djoko Poerwanto, dalam rangka optimalisasi pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan
terorisme (TPPT).
Turut mendampingi Kepala PPATK yakni Deputi Bidang
Pencegahan, Muhammad Sigit, dan Deputi Bidang Pemberantasan, Ivan
Yustiavandana.
Pada pertemuan tersebut, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepala
PPATK bersepakat untuk melakukan langkah-langkah yang strategis dan koordinatif
dalam rangka meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
perekonomian :
Pertama, PPATK dan Polri sepakat untuk meningkatkan penerapan TPPU untuk setiap
kejahatan ekonomi yang ditangani Kepolisian. Hal ini dalam upaya meningkatkan
asset recovery (pemulihan aset negara) dan menimbulkan efek jera dan
deterrent terhadap pelaku atau calon pelaku tindak pidana perekonomian.
Kedua, Tindak pidana yang akan menjadi perhatian khusus adalah tindak pidana yang
menurut penilaian risiko nasional (National Risk Assessment) merupakan tindak
pidana yang berisiko tinggi, dan tindak pidana lainnya yang dianggap
membahayakan perekonomian dan sistem keuangan nasional. Tindak pidana
yang dimaksud antara lain Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Korupsi, dan
Tindak Pidana di bidang keuangan, sekaligus dengan Tindak Pidana Pencucian
Uang.
Ketiga, Dalam kaitannya dengan kejahatan narkotika, kasus-kasus narkotika di
Indonesia masih tergolong sangat tinggi yang memerlukan penanganan lebih
terkoordinasi. Kejahatan narkotika merupakan kejahatan transnasional dengan
melibatkan berbagai jurisdiksi sehingga memerlukan koordinasi lintas negara
yang semakin baik. PPATK telah menyampaikan beberapa Hasil Analisis dan
Hasil Pemeriksaan kepada BNN dan Polri tetapi tindaklanjut khususnya yang
terkait dengan penerapan TPPU masih perlu dioptimalkan. Disisi lain, modus
dan pola transaksi pelaku narkotika semakin hari semakin kompleks yang tidak
hanya memanfaatkan Lembaga keuangan bank tetapi juga Pedagang Valuta
Asing dan Money Remittance. Bahkan akhir-akhir ini diduga transaksi narkotika
memanfaatkan sistem Hawala melalui usaha money remittance. PPATK, Polri,
dan BNN akan berkoordinasi lebih lanjut mengenai penanganan tindak pidana
pencucian uang dari kasus Narkotika.
Terkait dengan upaya mengoptimalkan asset recovery, PPATK juga mendorong
Polri dan BNN agar sejak awal penanganan perkara sudah melibatkan
Kementerian Hukum dan HAM selaku Central Authority dalam rangka menarik
dana hasil kejahatan narkotika di luar negeri melalui skema Mutual Legal
Assistance (MLA).
Keempat, Dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi, PPATK akan meningkatkan
kerja sama dengan Polri, Kejaksaan, dan KPK dalam rangka mengoptimalkan
tindak lanjut dari Hasil Analisis (HA) dan Hasil Pemeriksaan (HP) yang dilakukan
oleh PPATK. Khusus yang terkait dengan Kepolisian, PPATK akan mendukung
peningkatan kuantitas maupun kualitas penanganan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh Polri.
Kelima, Dalam rangka menangani kejahatan ekonomi lintas batas (Transnational Crime)
seperti: Business Email Compromise (BEC), Human Trafficking, Wildlife
Smuggling, Romance/love Scam, jual beli online dll, PPATK dan Kepolisian
sepakat untuk membentuk gugus tugas khusus penanganan cepat kejahatan
transnasional (Transnational Crime Rapid Response (TNCR2)).
Keenam, Dalam hal pendanaan terorisme, PPATK, Polri, Densus 88, BIN, BNPT, Dirjen
Imigrasi dan Dirjen Bea dan Cukai saat ini sedang dalam proses menyelesaikan
pembangunan platform Sistem Pertukaran Informasi Pendanaan Terorisme
(Sipendar) yang akan digunakan untuk pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana terorisme secara lebih efektif dan terintegrasi. Aplikasi SIPENDAR
direncanakan akan go live pada bulan Agustus 2021. Diharapkan dengan mulai
beroperasinya Aplikasi SIPENDAR akan mempercepat pertukaran informasi
terkait pendanaan terorisme diantara pihak-pihak terkait di atas dengan
stakeholders lainnya.
Ketujuh, PPATK dan Kepolisian juga sepakat untuk mendukung keputusan Komite TPPU
untuk membangun data statistik tindak pidana ekonomi, termasuk tindak pidana
pencucian uang dan pendanaan terorisme yang bersifat nasional dan
terintegrasi.(HL)
Facebook Comments